Publik Mulai Was-was Gegara Remaja dan Anak-anak  Banyak Jadi  Pelaku Pembunuha Sadis, Ada Apa? Simak Ulasannya

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Maraknya pelaku pembunuhan sadis dilakukan remaja dan anak-anak membuat sejumlah kalangan was-was dan bertanya-tanya. Pasalnya, perbuatan itu sejatinya tidak dilakukan mereka termasuk orang dewasa karena melawan hokum. Ditengarai perilaku agresif yakni tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang dengan tujuan untuk menyakiti atau menyerang orang lain secara fisik atau verbal menjadi pemicunya. Perilaku agresif dapat memiliki dampak yang merugikan baik bagi pelaku maupun korban, dan seringkali memicu konflik atau pertikaian yang lebih besar.

Dirangkum dari berbagai sumber, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menunjukkan perilaku agresif, seperti faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Beberapa orang mungkin memiliki kecenderungan untuk menunjukkan perilaku agresif sebagai hasil dari faktor genetik atau lingkungan yang kurang mendukung. Faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, dan kemarahan yang tidak terkendali juga dapat memicu perilaku agresif.

Perilaku agresif dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, intimidasi verbal, dan perilaku merusak. Bentuk kekerasan fisik termasuk pukulan, tendangan, gigitan, atau penggunaan senjata, sedangkan intimidasi verbal dapat termasuk ancaman, ejekan, atau penghinaan. Perilaku merusak dapat termasuk penghancuran properti atau barang milik orang lain.

Perilaku agresif dapat memiliki konsekuensi yang merugikan bagi pelaku dan korban. Pelaku mungkin menghadapi konsekuensi hukuman atau penangkapan oleh pihak berwenang, sementara korban mungkin mengalami luka fisik atau trauma emosional. Selain itu, perilaku agresif juga dapat merusak hubungan sosial dan membuat orang merasa tidak aman di lingkungan mereka.

Untuk mengatasi perilaku agresif, penting untuk memahami penyebabnya dan mencari bantuan yang sesuai. Terapi kognitif perilaku dapat membantu orang untuk mengidentifikasi pikiran dan perilaku negatif yang mendorong perilaku agresif dan menggantinya dengan cara yang lebih sehat dan konstruktif. Selain itu, terapi kelompok atau dukungan sosial dapat membantu orang untuk mengembangkan keterampilan interpersonal yang lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih positif dengan orang lain.

Dalam situasi di mana seseorang menjadi korban perilaku agresif, penting untuk segera mencari bantuan. Menghindari atau mengabaikan perilaku agresif hanya akan memperburuk situasi. Mencari bantuan dari ahli psikologi, polisi, atau organisasi non-profit dapat membantu korban untuk mendapatkan perlindungan dan dukungan yang mereka butuhkan.

Secara keseluruhan, perilaku agresif adalah tindakan yang merugikan dan tidak diterima dalam masyarakat. Penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku agresif dan mencari bantuan yang sesuai jika Anda atau orang lain mengalami masalah dengan perilaku agresif. Dengan dukungan yang tepat, banyak orang dapat belajar untuk mengatasi perilaku agresif dan membangun hubungan sosial yang lebih positif dan sehat.

Apa yang Terjadi? 

Awal tahun ini, publik dihebohkan dengan pembunuhan sadis yang dilakukan oleh dua orang remaja di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dua pelaku AD (17) dan MF (14) tega membunuh MF (11) untuk menjual organ tubuhnya. 

Korban ditemukan meninggal dalam kondisi mengenaskan di kolom jembatan pada 10 Januari 2023. Pembunuhan sadis kembali terjadi pada awal bulan ini di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung. 

Namun, tulis kompas.com, korban ditemukan meninggal tiga hari kemudian di aliran sungai sebuah kebun sawit. Pelaku AC (17) berniat menculik korban dan meminta tebusan Rp 100 juta.

 

Kasus pembunuhan yang melibatkan remaja lainnya terjadi di Sukabumi, Jawa Barat pada 22 Maret 2023. Bahkan, pembunuhan yang dilakukan dengan cara membacok korban itu disiarkan secara langsung di Instagram oleh salah satu pelaku. Tiga pelaku adalah DA (14), RA (14), dan AAB (14) dengan korban ARS (14).

Lantas, mengapa remaja kini kerap berbuat anarkis dan menjadi pelaku pembunuhan dengan cara sadis? Patologi sosial Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida mengatakan, sikap dan perilaku agresif hingga melakukan tindak kekerasan di kalangan remaja mengindikasikan adanya patologi sosial. 

 

Patologi atau penyakit sosial merupakan perilaku yang bertentangan dengan norma kebaikan, moral, dan stabilitas lokal. Menurutnya, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi adanya patologi sosial ini. 

Pertama, tingginya paparan materi kekerasan melalui berbagai sarana, seperti game kekerasan dan film. "Kedua, adanya rasa 'alienasi', juga tereksklusi, yaitu rasa terasing, tersisih, juga terabaikan dari lingkungan," kata Ida kepada Kompas.com, Minggu (26/3/2023). 

 

Kedua , Ida melihat para remaja ini tidak jarang menarik diri dari lingkungan karena dianggap mengganggu atau tidak merasa terekognisi oleh lingkungannya. Ia menjelaskan, rasa terasing itu terkait dengan pembangunan yang belum menempatkan anak dan remaja sebagai subyek.

 

 "Di rumah atau keluarga, di sekolah, juga di masyarakat lebih ditempatkan sebagai obyek dan dianggap masih anak-anak yang tidak banyak pengetahuan dan pengalaman," jelas dia. 

Stigma anak nakal 

Ketiga, pada kasus tertentu, beberapa remaja diberi stigma sebagai anak nakal atau susah diatur. Ida menilai, stigma tersebut menjadi pemicu tindak kekerasan sebagai wujud perlawanan sosial mereka. 

Keempat, adanya kegagalan proses sosialisasi di keluarga dan sekolah dalam membangun karakter manusia yang positif.

 "Hal ini diperparah oleh pengaruh faktor pertama (paparan materi kekerasan) yang justru lebih intens pengaruhnya pada anak," ujarnya. 

Terakhir, Ida menyebut kecerdasan sosial yang dipengaruhi oleh teman sebaya juga berpengaruh pada perilaku agresif remaja. 

Hal ini tercermin dalam ketrampilannya dalam menyeleksi atau memilih teman dan kelompok bergaul.***